Dalam pelayanan dikenal pelayanan sepenuh hati, yakni pelayanan yang berasal dari dalam "sanubari" diri kita. Sanubari merupakan tempat bersemayamnya emosi-emosi, watak, keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, sudut pandang dan perasaan-perasaan (Patton, dalam Boediono, 1999: 49). Pelayanan sepenuh hati dilakukan berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan logis (pikiran) dan sentimentalitas (perasaan). Untuk itu, dalam pelayanan sepenuh hati, menurut Patricia Pattan (1998, dalam Boediono, 1999: 50) diperlukan:
- Memahami perasaan-perasaan diri sendiri tentang siapa sebenarnya ia dan apa yang kita sumbangkan pada kehidupan profesional dan pribadi.
- Memahami kekuatan batin kita, seperti: kepercayaan diri, harga diri, dan pematangan emosional.
- Mempelajari selling-point emosional produksi kita untuk menambah kredibilitas dan daya tarik pada presentasi layanan.
- Menitik beratkan pada kebutuhan pada konsumen dan perasaan mereka terhadap produk dan duta-duta perusahaan, serta membangun hubungan dan sikap saling menghargai dengan konsumen.
- Menyesuaikan diri dengan produk, sehingga produksi itu tidak lain merupakan ungkapan diri kita sendiri, bukan sebaliknya.
- Menemukan kesenangan dan kegembiraan dalam peran kita sebagai duta-duta perusahaan, produksi atau pelayanan.
Dalam pelayanan sepenuh hati terdapat tiga sudut pandang yang mengikuti, yaitu bagaimana memandang diri sendiri, memandang orang lain dan memandang pekerjaan, yang oleh Patricia Pattan disebut dengan paradigma (Boediono, 1999: 52).
Dalam memandang diri sendiri, ia memiliki penuh kepercayaan diri terhadap dirinya sendiri. Ia memiliki kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain. Suka menyenangkan hati pelanggan dan tidak memandang dirinya rendah karena pekerjaannya. Memandang orang lain, ia menghargai barang-barang yang dibelinya. Ia tidak hanya ramah dan profesional, tetapi juga mampu menjalin hubungan emosional dengan setiap pelanggan. Dalam memandang pekerjaannya, ia mengangap penting dan khusus. Ia bangga terhadap dirinya, karena selama ini belum pernah merugikan orang lain karena satu kealpaan. Ia tidak ragu-ragu lagi menganggap pekerjaan itu sebagai bagian bagi dirinya sendiri dan telah menemukan cara-cara untuk manambah makna terhadap pekerjaannya.
Selain itu, pelayanan sepenuh hati mencakup lima komponen penting, yakni (Boediono, 1999: 52):
- Memahami emosi. Dalam pelayanan sepenuh hati, kunci keberhasilannya adalah memahami penyebab-penyebab pemicu emosi, mampu mengenali dan mampu mengungkap-kan perasaan-perasaan dengan tepat.
- Kompetensi. Pelayanan sepenuh hati memerlukan kepercayaan diri yang besar dalam rangka mendekati pelanggan. Untuk itu hilangkan rendah diri, dan rasa malu. Karena sikap itu membuat sikap tidak memperdulikan pelanggan dan acuh tak acuh.
- Mengelola emosi-emosi. Kemampuan mengungkapkan emosi secara efektif dan mengontrol suasana hati dalam bertindak merupakan ukuran kecerdasan emosional. Kemampuan menjaga keseimbangan merupakan tujuan yang positif dan produktif. Itulah pentingnya mengelola emosi sebagai komponen dalam pelayanan sepenuh hati.
- Bersikap kreatif dan memotivasi diri sendiri. Pelayanan sepenuh hati berasal dari diri sendiri. Perasaan bisa berfungsi sebagai pendorong untuk menyesuaikan emosi-emosi, baik pada petugas maupun pelanggan, sehingga dapat menangani situasi-situasi sulit. Untuk itu diperlukan jiwa kreatif agar dapat menemukan penyelesaian yang positif.
- Menyelaraskan emosi-emsosi orang lain. Hampir semua pihak mengakui bahwa yang mudah dikelola adalah mengelola emosi diri sendiri. Namun, mengelola emosi orang lain memerlukan kerjasama dari orang yang terlibat agar segala sesuatunya bisa berjalan dengan lancar. Menyelaraskan berarti membangun jembatan emosi-emosi, baik pada pemberi pelayanan maupun pelanggan. Cara terbaik dalam menangani emosi orang lain adalah dengan mencoba dan menyelaraskan emosi-emosi tersebut, baik emosi pemberi jasa maupun emosi-emosi pelanggan.
Selain itu, ada pula pelayanan publik, yakni pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintah atau lembaga lain yang tidak termasuk badan usaha swasta, yang tidak berorientasi pada laba (profit). Pelayanan ini lazim pula disebut sebagai pelayanan umum yang harus dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat: sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau (Boediono, 1999: 59). Salah satu bentuk pelayanan publik adalah pelayanan perpajakan terhadap para wajib pajak.
0 Komentar untuk " Jenis Pelayanan "